Take home
Isu-Isu Mutakhir Gizi Masyarakat
Dosen : Ir. I Made Alit Gunawan, M. Si
Dibuat Oleh :
Y U N U S
11/323629/PKU/12483
MINAT UTAMA GIZI DAN KESEHATAN
PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
Mekanisme
Terjadinya Anemia Pada Ibu Hamil Dan Wanita Usia Subur (WUS) yang Menderita
Kekurangan Energi Kronis (KEK)
Masalah gizi di negara-negara berkembang seperti India
dan Indonesia berakar dari kemiskinan dan ketidaksetaraan. Kemiskinan menjadi
penghalang seorang individu dan keluarga untuk memperoleh komoditas makan yang
cukup, dan ketidaksetaraan antara lain beban disproporsi kesehatan yang buruk
serta kurang gizi pada perempuan dan anak. Kekurangan gizi bisa disebabkan
terlalu sedikit makan, terlalu banyak makan atau makan dengan diet yang tidak
seimbang dan tidak memiliki gizi yang diperlukan. Kurang gizi didefinisikan
sebagai kegagalan untuk mengkonsumsi energi yang cukup, protein, dan
mikronutrien untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Malnutrisi adalah salah satu yang paling mengkhawatirkan di seluruh dunia dan
terkait erat dengan kemiskinan. Jumlah kekurangan gizi berdasarkan studi
epidemiologi banyak pada kelompok wanita hamil dan menyusui.
Kekurangan energi kronis (KEK) merupakan keadaan gizi
kurang yang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi
yang dibutuhkan. Beberapa hal yang menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara
lain : jumlah gizi yang dikonsumsi kurang dan mutunya rendah. Selain itu, zat
gizi yang dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan tubuh. Pada
ibu hamil dan WUS kejadian KEK diakibatkan oleh kekurangan asupan energi dan
protein yang berlangsung terus-menerus dan dapat menimbulkan gangguan penyakit
tertentu seperti anemia. Penderita KEK mempunyai resiko untuk Bayi Berat Badan
Rendah (BBLR) leboh tinggi dibandingkan WUS normal.
Anemia dan kurang energi kronis merupakan maslah gizi
sering dialami wanita khususnya ibu hamil. Anemia pada kehamilan dapat berefek
buruk baik bagi ibu sendiri maupun bagi janin yang dikandungnya. Kurang energi
kronis pada wanita bisa terjadi karena konsumsi energi maupun protein mengalami
kekurangan dalam jangka waktu yang lama. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
terdapat hubungan antara kurang energi kronis dengan anemia gizi pada wanita
khususnya ibu hamil.
Kekurangan gizi dan kondisi yang terkait dengan resiko
terjadinya penyakit dapat disebabkan oleh asupan makanan yang di konsumsi. Kekurangan
Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami
kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana
remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bilamana LILA < 23,5 cm.
Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik (dari segi kandungan
gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein
(untuk melawan) muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang
kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup
atau makanan yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori
dan protein dalam jumlah yang cukup, atau juga disebabkan menderita muntaber
atau penyakit kronis lainnya.
Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dideteksi, berat
badan anak akan kurang dan kurus – mereka akan memiliki tinggi badan yang tidak
sesuai dengan grafik pertumbuhan dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Gizi
kurang yang kronik lebih sulit diidentifikasi oleh suatu komunitas – anak akan
tumbuh lebih lambat daripada yang diharapkan – baik dari segi berat badan
maupun tinggi badan, dan tidak kelihatan terlalu kurus, namun pemeriksaan berat
dan tinggi badan akan menunjukan bahwa mereka memiliki berat yang kurang pada
grafik pertumbuhan anak – misalnya kerdil. Gizi kurang kronik dapat
mempengaruhi perkembangan otak dan psikologi anak dan meningkatkan resiko
terkena infeksi. Perempuan yang kurang makan (kurang gizi) punya kecenderungan
untuk mengalami anemia kronis dan melahirkan anak dengan berat badan rendah,
yang punya resiko lebih besar terkena infeksi.
Mekanisme Kekurangan Mikronutrien Terhadap Kejadian
Anemia Pada Ibu
Mikronutrien adalah
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia selama hidupnya dalam jumlah kecil
untuk melaksanakan fungsi-fungsi fisiologis, tetapi tidak dapat dihasilkan
sendiri oleh tubuh. Mikronutrien terdiri dari vitamin dan mineral yang tidak
dapat dibuat oleh tubuh tetapi dapat diperoleh dari makanan. Walaupun
dibutuhkan dalam jumlah kecil, tetapi berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
World Health Organization (WHO)
mendefinisikan anemia jumlah hemoglobin darah kurang dari 7,7 mmol/l (13 g/dl)
pada pria dan 7,4 mmol/l (12 g/dl) pada wanita. Studi diagnosis besi untuk
anemia zat besi pada wanita terdiri dari hemoglobin rendah (7,4 mmol/l), besi
serum rendah (< 7,1 mg/l), serum ferritin rendah (< 30 ng/l), saturasi
transferin rendah (< 15%) dan total kapasitas pengikatan besi (> 13,1
µmol/l). Anemia merupakan pengurangan jumlah sel
darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume darah pada sel darah merah
(hematokrit) per 100 ml darah. Anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat
gizi. Salah
satu zat gizi mikro yang berperan adalah zat Besi (Fe). Anemia
kekurangan zat besi adalah penyebab paling umum anemia di dunia. Sekitar 5% dan
2 % dari wanita dan laki-laki Amerika masing-masing memiliki kekurangan zat
besi (Clark, 2009 ; Locker et al. 1997).
Besi adalah salah satu unsur yang
sangat dibutuhkan dalam berbagai metabolisme sel tubuh. Dalam tubuh orang
dewasa terdiri 3 – 4 g besi. Pada kebutuhan diet masyarakat Barat sekitar 7 mg besi per 100 kkal, namun hanya 1
– 2 g yang bisa diserap setiap hari. Kebutuhan zat besi pada manusia terbagi
atas Besi heme dan Besi non-heme. Heme berasal dari daging dan diserap dengan
baik dalam tubuh. Enzim pada pankreas mencerna heme sehingga bebas dari molekul
globin dalam lumen usus. Besi kemudian diserap ke dalam enterosit sebagai
metalloporphyrin dan terhidrasi oleh enzim heme-1-oxygenase untuk melepaskan
besi non-heme. Selanjutnya besi diangkut oleh ferroportin melalui basolateral dari
enterosit. Besi non-heme yang terdapat dalam sereal, kacang-kacangan, dan
beberapa sayuran kurang baik diserap dalam tubuh. Dimana zat besi non-heme
terbagi atas ferri (Fe2+) dan ferro (Fe3+). Adanya asam lambung dan
makanan tertentu akan dapat meningkatkan bioavailabilitas besi non-heme dalam
tubuh. Seperti halnya vitamin C dapat mencegah terjadinya presipitasi besi
dalam usus duodenum (usus duabelas
jari) dan makanan yang mengandung tanin diketahui akan mengurangi penyerapan
zat besi non-heme (Zhang dan Enns, 2009; Schmaier and Petruzzelli, 2003; Conrad
dan Umbreit, 1993).
Setelah masuk ke dalam sel, besi ferro akan disimpan sebagai ferritin
atau transfer sel dari enterosit ferroportin berada. Ferroportin dihasilkan
dalam mukosa usus kecil, makrofag, hepatosit dan plasma sincytiotropoblas.
Ferroportin bersama dengan ceruloplasmin dan hephaestin membantu terjadinya
reoksidasi besi ferro menjadi besi ferri. Transferin memiliki afinitas yang
tinggi untuk mengikat besi sehingga tidak ada ion besi yang bebas dalam plasma.
Transferin akan mengikat besi melalui jalur reseptor apotransferin. Setelah
dalam plasma besi diangkut oleh tranferin ke sumsum tulang untuk sistesis
hemoglobin dan penggabungan ke dalam
eritrosit. Eritrosit normal akan beredar selama 120 hari sebelum mengalami
degradasi. Sel-sel darah marah akan diserap oleh makrofag dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam limpa dan hati dimana akan mengalami
degradasi secara katabolik oleh enzin sitosol-1-hemeoxygenase untuk melepaskan
ikatan besi. Sekitar 70 % dari total besi dalam senyawa heme (misalnya
hemoglobin dan mioglobin), 29 % disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin, < 1 % dimasukan ke dalam heme yang
mengandung enzim (misalnya sitokrom, katalase, peroksidase), dan < 0,2 %
ditemukan bersedar di plasma terikat dengan transferin (Zhang dan Enns, 2009;
Schmaier and Petruzzelli, 2003).
Sistem metabolisme tersebut akan
senantiasa dikontrol oleh hepcidin, hormon yang disitesis dalam hati, disekresi
ke dalam darah, dan secara sistematik mengontol laju penyerapan dan mobilisasi
zat besi dalam tubuh. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Hepcidin mengikat dan mengaktifkan
fungsi ferroportin. Dimana enzim janus-2-kinase diaktifkan pada pengikatan
hepcidin untuk mengaktifkan fungsi ferroportin. Sistesis hepcidin akan
diregulasi oleh sitokin, sehingga terlepas total tingkat zat besi dalam tubuh.
Hubungan ini kemungkinan besar menjadi jumlah perkembangan penyakit anemia
kronis.
Di negara berkembang, rendahnya
bioavailabilitas besi dari diet makanan menjadi penyebab utama anemia
kekurangan zat besi (berger dan Dillon, 2002; Yip dan Ramakrishnan, 2002).
Namun dalam perkembangan suatu negara, penurunan penyerapan zat besi dan
kehilangan darah kronis lebih mungkin menjadikan penyebab kekurangan zat besi.
Penurunan penyerapan zat besi secara etiologi bisa disebabkan dari sindrom
malabsorpsi terutama pada penyakit celiac,
yakni penyakit yang tidak dapat mencerna makanan yang mengandung protein
(Bermejo dan Garcia-Lopez, 2009). Pascaoperasi gastrektomi dan reseksi usus
juga dapat menimbulkan anemia defisiensi besi sekunder terhadap penurunan
penyerapan zat besi. Etiologi paling umum dari anemia kekurangan zat besi pada
premenopause perempuan adalah menstruasi yang berlebihan. Pendarahan
gastrointestinal juga penyebab umum dari amenia defisiensi besi, apakah
pendarahan adalah akut atau kronik.
Anemia defisiensi besi juga sangat
berhubungan dengan defisiensi mikronutrien lain seperti vitamin A, riboflavin,
asam folat dan vitamin B12. Infeksi parasit pada usus dapat menyebabkan
malabsorbsi zat gizi seperti vitamin A, asam folat dan vitamin B12. Suplementasi
vitamin A pada individu yang defisiensi vitamin A akan meningkatkan kadar Hb
kira-kira 10 gr/l. Pada beberapa hasil penelitian penambahan vitamin A akan
meningkatkan respon Hb pada suplementasi Fe. Suplementasi per minggu dengan
23.000 IU vitamin A sebagai retinol atau beta karoten akan menurunkan
prevalensi anemia sampai 45 % pada wanita. Asupan riboflavin dan penyerapan. Defisiensi
riboflavin membuat defisiensi besi tambah buruk dengan meningkatnya kehilangan
besi, menurunnya absorbsi besi, perusakan besi interseluler, dan meningkatnya
proliferasi crypt cell.
Defisiensi asam folat terutama
menyebabkan gangguan metabolisme DNA, akibatnya terjadi perubahan morfologi
inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah seperti sel darah merah,
sel darah putih serta sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta dan
neural tube defect. Defisiensi vitamin B12 hampir sama dengan asam folat yaitu menyebabkan
anemia makrositik. Manifestasi defisiensi vitamin B12 terjadi pada tahap awal
dengan konsentrasi serum yang rendah kemudian ada indikasi transcobalamin II
yang rendah, pada tahap berikutnya konsentrasi vitamin dalam sel yang rendah
dan selanjutnya defisiensi secara biokimia dengan terjadinya penurunan sintesis
DNA (Groff, et al, 2005). Anemia pernisiosa yang disertai rasa letih yang parah
merupakan akibat dari defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 ini sangat penting
dalam pembentukan RBC (Red Blood Cell).
Di negara berkembang prevalensi defisiensi vitamin B12 ditemukan pada semua
umur. Hal ini disebabkan intake makana yang rendah.
Referensi :
1. Johnson D.T. et al. 2011.Diagnosis and Management of Iron Deficiency
Anemia in The 21st Century. Baylor Collage of edicine, Houston, Texas,
USA.
2. Laillou A. et al. 2012.Micronutrient
Are Still Public Health Issues among Woman and young Children in Vietnam.
Glocal Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Geneva, Switzerland.
0 comments:
Post a Comment